Nama : Azariah Kartika
Kelas : 3 PA 06
NPM : 10508034
Link Blog :
A. TERITORIALITAS
Holahan (dalam Iskandar, 1990), mengungkapkan bahwa Teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan cirri pemiliknya dan pertahanan dari serangan orang lain.
Menurut Lang (1987), terdapat empat karakter dari territorialitas, yaitu :
1. Kepemilikan atau hak dari suatu tempat
2. Personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu
3. Hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar
4. Pengaturan dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis sampai kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan-kebutuhan estetika.
Menurut Altman (1975), teritorial terbagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Teritorial Primer
Jenis teritorial ini dimilki serta dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya. Pelanggar terhadap. Pelanggaran terhadap teritori uatam ini akan mengakibatkantimbulnya perlawanan dari pemiliknya karena menyangkut masalah serius terhadap aspek psikologis pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitasnya.
2. Teritorial Sekunder
Jenis teritorial ini lebih longgar pemakaiannya dan pengontrolan oleh perorangan. Teritorial ini juga dapat digunakan oleh orang lain yang masih di dalam kelompok ataupun orang yang mempunyai kepentingan kepada kelompok itu. Sifat teritorial jenis ini semi-publik.
3. Teritorial Umum
Teritorial umum dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan-aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana territorial umum itu berada. Territorial umum dapat dipergunakan secara sementara dalam jangka waktu lama maupun singkat.
Apa perbedaan ruang personal dengan teritorialitas? Seperti pendapat Sommer dan de War (1963), bahwa ruang personal dibawa kemanapun seseorang pergi, sedangkan teritori memiliki implikasi tertentu yang secara geografis merupakan daerah yang tidak berubah-ubah.
Apa perbedaan ruang personal dengan teritorialitas? Seperti pendapat Sommer dan de War (1963), bahwa ruang personal dibawa kemanapun seseorang pergi, sedangkan teritori memiliki implikasi tertentu yang secara geografis merupakan daerah yang tidak berubah-ubah.
Privasi suatu lingkungan dapat dicapai melalui pengontrolan territorial, karena di dalamnya tercakup pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang meliputi:
1. Kebutuhan akan identitas, berkaitan dengan kebutuhan akan kepemilikan, kebutuhan terhadap aktualisasi diri yang pada prinsipnya adalah dapat menggambarkan kedudukan serta peran seseorang dalam masyarakat.
2. Kebutuhan terhadap stimulsi yang berkaitan erat dengan aktualisasi dan pemenuhan diri.
3. Kebutuhan akan rasa aman, dalam bentuk bebas dari kecaman, bebas dari serangan oleh pihak luar, dan memiliki keyakinan diri.
4. Kebutuhan yang berkaitan dengan pemeliharaan hubungan dengan pihak-pihak lain dan lingkungan sekitarnya (Lang dan Sharkway dalam Lang, 1987).
Menurut Fisher dkk (1984), pada teori-teori utama, suatu keluarga memiliki peraturan-peraturan teritorial yang memfasilitasi berfungsinya rumah tangga. Hal ini mendukung organisasi soaial keluarga dengan cara memperbolehkan perilaku-perilaku tertentu dilakukan oleh beberapa anggotanya, pada daerah-daerah tertentu (misalnya: orang tua dapat membangun keintiman di kamat tidur tanpa terganggu). Dalam satu studi tentang teritorialitas dalam kehidupan keluarga, ditemukan bahwa orang-orang yang berbagi kamar tidur menunjukan perilaku territorial, seperti halnya individu-ivdividu di meja makan (misalnya: dengan adanya pola tempat duduk). Anggota keluarga umumnya menghormati tanda-tanda territorial yang lain, seperti misalnya pintu yang ditutup dan pelanggaran aturan-aturan teritorial seringkali berakibat pada penghukuman orang-orang yang melanggarnya.
Perilaku teritorial dalam kelompok tidak terbatas pada teritori utama saja. Lipman (1967) menemukan bahwa rumah peristirahatan membuat klaim yang hampir eksklusif atas kursi-kursi tertentu dalam ruang sehari-hari. Mereka mempertahankan “teritori” mereka meskipun akan mengakibatkan ketidaknyamanan fisik dan psikologis.
Suatu studi yang mendukung pula asumsi Altman (1975) tentang pembedaan konseptual antara teritori primer, sekunder dan umum. Taylor dan Stuogh (1978) menemukan bahwa subjek melaporkan merasa memiliki kendali yang lebih besar di teritori primer (misalnya kamar di asrama), diikuti oleh teoriti sekunder (misalnya secretariat perkumpulan) dan teoriti umum (misalnya tempat minum, bar atau kafetaria). Pada banyak penelitian, perasaan mengendalikan atau mengontrol ini berkaitan dengan perasaan puas dan sejahtera (sense of well being), seperti juga efek positif lainnya (misalnya implikasi yang menguntungkan terhadap kesehatan). Dan studi yang dilakukan oleh Edney (1975) terhadap mahasiswa Universitas Yale memperjelas manfaat tambahan dari perasaan merasa berada di wilayah sendiri. Penelitian ini dilaksanakan di kamar salah seorang dari pasangan yang ada, di suatu asrama (teritori primer), dimana anggota yang lain menjadi “tamu pengunjung”. Subjek yang berada diwilayahnya sendiri dinilai (rated) oleh si tamu lebih santai, daripada si pemilik tempat menilai tamunya, dan pemilik kamar menilai kamarnya lebih menyenangkan dan bersifat pribadi daripada si tamu. Pemilik kamar juga menunjukan perasaan kontrol pasif yang lebih besar. Pada studi yang berhubungan. Edney dan Uhlig (1977) melaporkan bahwa subjek yang terdorong untuk berfikir bahwa kamar tersebut adalah teritorinya lebih tidak bergairah, mengatribusikan perilakunya lebih kepada kamarnya, dan menemukan setting tersebut lebih menyenangkan daripada yang lainnya dalam kelompak kontrol.
Menurut Altman (1975), territorial bukan hanya alat untuk menciptakan privasi saja, melainkan berfungsi juga sebagai alat untuk menjaga keseimbangan hubungan sosial. Perilaku teritorialitas manusia dalam hubungannya dengan lingkungan binaan dapat dikenal antara lain pada penggunaan elemen-elemen fisik untuk menandai demarkasi teritori yang di miliki seseorang, misalnya pagar halaman. Teritorialitas ini terbagi sesuai dengan sifatnya yaitu mulai dari yang privat sampai dengan publik. Ketidakjelasan pemilikan territorial akan menimbulkan gangguan terhadap perilaku
B. RUANG PERSONAL
Istilah personal space pertama kali digunakan oleh Katz pada 1973 dan bukan merupakan sesuatu yang unik dalam istilah psikologi, karena istilah ini juga dipakai dalam bidang biologi, antronologi, dan arsitektur (Yusuf, 1991). Selanjutnya dikatakan bahwa studi personal space merupakan tinjauan terhadap perilaku hewan dengan cara mengamati perilaku mereka berkelahi, terbang, dan jarak sosial antara yang satu dengan yang lain. Kajian ini kemudian ditransformasikan dengan cara membentuk pembataas serta dapat pula diumpamakan semacam gelembung yang mengelilingi individu dengan individu lain.
Masalah menegnai ruang personal ini berhubungan dengan batas-batas di sekeliling seseorang. Menurut Sommer (dalam Altman, 1975) ruang personal adalah daerah di sekeliling seseorang dengan batas-batas yang tidak jelas dimana seseorang tidak boleh memasukinya. Goffman (dalam Altman, 1975) menggambar ruang personal sebagai jarak/daerah di sekitar individu dimana jika dimasuki orang lain, menyebabkan ia merasa batasnya dilanggar, merasa indivdu dimana jika dimasuki orang lain, menyebabkan ia merasa batasnya dilanggar, merasa tidak senang.
Beberapa definisi ruang personal secara implisit berdasarkan hasil-hasil penelitian, antara lain: pertama, ruang personal adalah batas-batas yang tidak jelas antara seseorang dengan orang lain. Kedua, ruang personal sesungguhnya berdekatan dengan diri sendiri. Ketiga, pengaturan ruang personal merupakan proses dinamis yang memungkinkan diri kita keluar darinya sebagai suatu perubahan situasi. Keempat, ketika seseorang melanggar ruang personal orang lain, maka dapat berakibat kecemasan, stres, dan bahkan perkelahian. Kelima, ruang personal berhubungan secara langsung dengan jarak-jarak antar manusia, walaupun ada tiga orientasi dari orang lain: berhadapan, saling membelakangi, dan searah.
Dengan definisi ruang personal sebagai “batas yang tak terlihat yang mengelilingi kita, dimana orang lain tidak dapat melanggarnya”, maka ide ini dapat dikinotasikan secara jelas secara visual dari pada pemahaman yang hanya ditulis secara teoritis.
Menurut Edward T. Hall, seorang antropolog, bahwa dalam interaksi sosial terdapat empat zona spasial yang meliputi: jarak intim, jarak personal, jarak sosial, dan jarak publik. Kajian ini kemudian dikenal dengan istilah Proksemik (kedekatan) atau cara seseorang menggunakan ruang dalam ruang berkomunikasi (dalam Altman, 1975).
Pertama, jarak intim adalah jarak yang dekat/akrab atau keakraban dengan jarak 0-18 inci. Menurut Hall pada jarak yang akrab ini kemunculan orang lain adalah jelas sekali dan mungkin suatu saat akan menjadi sangat besar karena sangat meningkatnya masukan panca indera. Penglihatan, panas tubuh orang lain, suara, bau, dan tarikan nafas, semuanya menyatu sebagai tanda yang sangat jelas tentang keterlibatan orang lain. Pada jarak 0-6 inci (fase dekat pada jarak intim), kontak fisik merupakan suatu hal yang teramat penting. Hall menggambarkan bahwa pada jarak ini akan mudah terjadi pada saat seseorang sedang bercinta , olahraga gulat, saling menyenangkan, dan melindungi. Pada jarak ini kemungkinan untuk menerima dan menyampaikan isyarat-isyarat komunikasi adalah sangat luar biasa. Seseorang dapat melihat dengan jelas keseluruhan orang yang sedang dihadapinya seperti tekstur kulitnya, kerut dan cacat wajahnya, warna matanya, tingkat kepu tihan bola matanya, kerutan pada keningnya, dan mulutnya.
Pada jarak sedekat itu kita lebih dari melihat Zona yang kedua adalah personal distance (jarak pribadi), yang memiliki jarak antara 1,5-4 kaki. Jarak ini adalah karateristik kerenggangan yang biasa dipakai individu satu sama lain. Gangguan diluar jarak ini menjadi tidak menyenangkan. Jarak pribadi ini masih mengenal pembagian fase menjadi dua: fase dekat (1,5-2,5 kaki) dan fase jauh (2,5-4 kaki). Pada fase dekat masih memungkinkan banyak sekali pertukaran sentuhan, bau, pandangan, dan isyarat-isyarat lainnya, meski tidak sebanyak pada intimate distance. Otot-otot wajah, pori -pori- , dan rambut wajah, masih nampak/dapat dilihat, sama halnya pada intimate zone. Hall merasa bahwa ada fase dekat pada jarak personal ini diperuntukan bagi pasangan intim. Pada fase jauh yang meliputi jarak 2,5-4 kaki, jaraknya dapat memanjang sampai jarak dimana masing-masing orang dapat saling menyentuh dengan menglurkan tangannya.
Di luar jarak ini menurut Hall seseorang tidak dapat dengan mudah memegang tangan orang lain. Pada jarak ini komunikasi halus (fine grain communication) masih dapat diamati, termasuk warna rambut, tekstur kulit, dan roman muka. Isyarat suara masih banyak, namun bau dan panas tubuh kadang-kadang tigak terdeteksi jika tidak menggunakan parfum. Zona jarak pribadi adalah transisi antara kelompok intim dengan tingkah laku umum yang agak formal.
Daerah ketiga adalah jarak sosial (social distance), yang mempunyai jarak 4-25 kaki dan merupakan jarak-jarak normal yang memungkinkan terjadinya kontak sosial yang umum serta hubungan bisnis. Dalam penelitian disuatu kantor terbukti bahwa pada susunan bangku-bangku dan perabotan milik kantor sering disusun ternyata secara tak sengaja berdasarkan pada zona jarak sosial.
Daerah ketiga adalah jarak sosial (social distance), yang mempunyai jarak 4-25 kaki dan merupakan jarak-jarak normal yang memungkinkan terjadinya kontak sosial yang umum serta hubungan bisnis. Dalam penelitian disuatu kantor terbukti bahwa pada susunan bangku-bangku dan perabotan milik kantor sering disusun ternyata secara tak sengaja berdasarkan pada zona jarak sosial.
Pada bagian yang dekat dengan zona sosial atau pada jarak 4-7 kaki, kontak sosial tidak begitu terselaraskan dengan baik dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Isyarat-isyarat vokal seperti kekerasan dan tinggi rendahnya suara dapat dengan mudah dideteksi, tetapi panas tubuh dan isyarat-isyarat sentuhan lainnya menjadi relatif tidak penting. Interaksi diantara orang yang secara dekat bekerja sama dan diantara perkenalan-perkenalan yang terjadi secara kebetulan pada jarak ini, dan hal itu adalah jarak yang dapat diterima dan pantas dalam lingkungan umum.
Hasil pengamatan Hall, bahwa orang-orang yang ada dibandara atau dalam percakapan umum dijalan-jalan dan kantor-kantor seringkali menjaga jarak satu sama lain dalam range ini.
Fase yang ketiga adalah fase jauh atau dalam jarak 7-12 kaki, seringkali lebih formal, dimana pengamatan visual secara terinci seringkali terlawatkan , meskipun seluruh tubuh orang lain dapat dengan mudah dilihat. Panas tubuh, sentuhan dan bau biasanya tidak lagi ada pada jarak ini
Daerah yang keempat/terakhir pada zona publik, yaitu pada jarak 12-25 kaki atau jarak-jarak dimana isyarat-isyarat komunikasi lebih sedikit dibandingkan daerah-daerah terdahulu. Jarak ini secara khusus disediakan untuk situasi-situasi formal atau pembicaraan umum atau orang-orang yang berstatus lebih tinggi, misalnya dalam kelas.
Fase yang ketiga adalah fase jauh atau dalam jarak 7-12 kaki, seringkali lebih formal, dimana pengamatan visual secara terinci seringkali terlawatkan , meskipun seluruh tubuh orang lain dapat dengan mudah dilihat. Panas tubuh, sentuhan dan bau biasanya tidak lagi ada pada jarak ini
Daerah yang keempat/terakhir pada zona publik, yaitu pada jarak 12-25 kaki atau jarak-jarak dimana isyarat-isyarat komunikasi lebih sedikit dibandingkan daerah-daerah terdahulu. Jarak ini secara khusus disediakan untuk situasi-situasi formal atau pembicaraan umum atau orang-orang yang berstatus lebih tinggi, misalnya dalam kelas.
Beberapa definisi ruang personal berdasarkan hasil-hasil penelitian:
- Ruang personal adalah batas-batas yang tidak jelas antara seseorang dengan orang lain.
- Ruang personal sesungguhnya berdekatan dengan diri sendiri.
- Pengaturan ruang personal merupakan proses dinamis yang memungkinkan diri kita keluar darinya sebagai satu perubahan situasi.
- Ketika seseorang melanggar ruang personal lain, maka dapat berakibat kecemasan, stres, dan bahkan perkelahian.
- Ruang personal berhubungan langsung dengan jarak-jarak antar manusia, walaupun ada tiga orientasi dari orang lain: berhadapan, saling membelakangi, dan searah.
Menurut Edward T. Hall, seorang antropolog bahwa dalam interaksi social terdapat zona spasial yang meliputi:
- Jarak intim
- Jarak personal
- Jarak sosial
- Jarak publik
Kajian ini kemudian dikenal dengan istilah Proksemik (kedekatan) atau cara seseorang menggunakan ruang dalam berkomunikasi (dalam Altman, 1975).
- Jarak intim
Jarak intim adalah jarak yang dekat atau akrab keakraban dengan jarak 0-18 inci. Menurut Hall pada pada jarak yang akrab ini kemunculan orang lain adalah jelas ekali dan mungkin suatu saat akan menjadi sangat besar karena sangat meningkatnya masukan panca indera. Penglihatan, pans tubuh orang lain, suara, bau, dan tarikan nafas semuanya menyatu sebagai tanda yang sangat jelas tentang keterlibatan orang lain. pada jarak 0-6 inci (fase dekat jarak intim), kontak fisik merupakan suatu hal yang teramat penting. Hall menggambarkan, bahwa pada jarak ini akan mudah terjadi pada saat orang sedang bercinta olahraga gulat, saling menyenangkan dan melindungi. Pada jarak ini kemungkinan untuk menerima dan menyampaikan isyarat-isyarat komunikasi adalah sangat luar biasa. Seseorang dapat melihat dengan jelas keseluruhan orang yang sedang dihadapinya seperti tekstur kulitnya, kerut dan cacat wajahnya, warna matanya, tingkat keputihan bola matanya, kerutan pada keningnya, dan mulutnya. Pada jarak sedekat itu kita lebih dari sekedar melihat. Seseorang dapat menyentuh hampir semua bagian tubuh orang tersebut atau dengan mudah memeluknya. Seseorang dapat membaui napas dan parfum, merasakan perbedaan panas tubuh dan deru napasnya. Hall menyimpulkan bahwa pada “daerah keakraban” tersebut kaya akan syarat-syarat yang potensial untuk berkomunikasi, yang juga menyajikan banyak hal tentang seseorang. Mungkin juga kondisi seperti ini, yang dikatakan Hall sebagai jarak yang biasanya diperuntukkan kepada “intimate lovers” (pasangan kekasih yang sudah angat intim, suami istri).
Jika daerah zona ini menyenangkan dalam suatu situasi, yaitu ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain yang dicintainya, mungkin akan menjadi tidak menyenagkan dalam situasi lain. misalnya, ketika orang dengan tidak sengaja terpaksa untuk masuk ke dalam elevator yang penuh sesak, mereka seringkali menjadi tidak bergerak atau kaku, melihat dengan gugup kepada nomor-nomor lantai. Hal ini mungkin juga sebagai tanda bahwa mereka menyadari telah saling melanggar “jarak kedekatan” (intimate distance), tetapi berusaha untuk berbuat yang terbaik untuk menghindari interaksi yang tidak pantas.
2. Jarak pribadi (personal distance)
Jarak ini adalah jarak karkteristik kerenggangan yang biasa dipakai individu satu sama lain. gangguan di luar jarak ini menjadi tidak menyenangkan. Jarak pribadi ini masih mengenal pembagian fase menjadi dua yaitu fase dekat (1,5-2,5 kaki) dan fase jauh (2,5-4 kaki). Pada fase dekat masih kemungkinan banyak sekali pertukaran sentuhan, bau, pandangan, dan isyarat-isyarat lainnya, meski tidak sebanyak pada intimate distance. Otot-otot wajah, pori-pori, dan rambut wajah, masih dapat Nampak dilihat, sama halnya pada intimate zone. Hall merasa bahwa pada fase dekat pada jarak personal ini diperuntukkan bagi pasangan intim. Pada fase jauh yang meliputi jarak 2,5-4 kaki, jaraknya dapat memanjang sampai jarak dimana masing-masing orang dapat saling menyentuh dengan mengulurkan tangannya. Di luar jarak ini menrut Hall seseorang tidak dapat dengan mudah memegang tangan orang lain. pada jarak ini komunikasi halus (fine grain communication) masih dapat diamati, termasuk warna rambut, tekstur kulit dan roman muka. Isyarat suara masih banyak namun bau dan panas tubuh tidak tidak terdeteksi jika tidak menggunakan parfum. Zona jarak pribadi adalah transisi antara konyak intim dengan tingkah laku umum yang agak formal.
3. Jarak sosial
Mempunyai jarak 4-25 kaki dan merupakan jarak-jarak normal yang memungkinkan terjadinya kontak sosial yang umum serta hubungan bisnis. Dalam penelitian disuatu kantor terbukti bahwa pada susunan bangku-bangku dan perabotan milik kantor sering disusun ternyata secara tak seengaja berdasarkan pada zona jarak sosial.
Pada bagian yang dekat dengan zona sosial atau pada jarak 4-7 kaki kontak visual tidak begitu terselaraskan dengan baik dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Isyarat-isyarat vocal seperti kekerasan dan tinggi rendahnya suara dapat dengan mudah dideteksi, tetapi panas tubuh dan isyarat-isyarat sentuhan lainnya menjadi relatif tidak penting interaksi yang secara dekat orang yang bekerja bersama dan diantara perkenalan-perkenalan yang terjadi secara kebetulan pada jarak ini, dan hal itu adalah jarak yang dapat diterima dan pantas dalam lingkungan umum. Hasil pengamatan Hall, bahwa orang-orang yang ada di bandara atau dalam percakapan umum di jalan-jalan atau dan kantor-kantor seringkali menjadi jarak satu sama lain di dalam range ini.
C. PRIVASI
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain (Dibyo Hartono, 1986).
Rapoport (dalam Soesilo, 1988) mendefinisikan privasi sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan-pilihan dan kemampuan untuk mencapai interaksi yang diinginkan. Privasi jangan dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak-pihak lain dalam rangka menyepi saja.
Fungsi Privasi :
Altman (1975) menjabarkan beberapa fungsi privasi :
- Fungsi pertama privasi adalah pengatur dan pengontrol interaksi interpersonal yang berarti sejauh mana hubungan dengan orang lain diinginkan, kapan waktunya menyendiri dan kapan waktunya bersama-sama dengan orang lain. privasi dibagi menjadi 2 macam, yaitu privasi rendah (terjadi bila hubungan dengan orang lain dikehendaki), dan privasi tinggi (terjadi bila ingin menyendiri dan hubungan dengan orang lain dikurangi).
- Fungsi kedua privasi adalah merencanakan dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain, yang meliputi keintiman / jarak dalam berhubungan dengan orang lain.
- Fungsi ketiga privasi adalah memperjelas identitas diri.
faktor-faktor Yang Mempengaruhi Privasi
Terdapat faktor yang mempengaruhi privasi yaitu faktor personal, faktor situasional, faktor budaya.
1. Faktor Personal. Marshall (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa perbedaan dalam latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi. Dalam penelitiannya, ditemukan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam suasana rumah yang sesak akan lebih memilih keadaan yang anonim dan reserve saat ia dewasa. Sedangkan orang menghabiskan sebagian besar waktunya di kota akan lebih memilih keadaan anonim dan intimacy.
2. Faktor Situasional. Beberapa hasil penelitian tentang privasi dalam dunia kerja, secara umum menyimpulkan bahwa kepuasaan terhadap kebutuhan akan privasi sangat berhubungan dengan seberapa besar lingkungan mengijinkan orang-orang di dalamnya untuk menyendiri (Gifford, 1987).
3. Faktor Budaya. Penemuan dari beberapa peneliti tentang privasi dalam berbagai budaya (seperti Patterson dan Chiswick pada suku Iban di Kalimantan, Yoors pada orang Gypsy dan Geertz pada orang Jawa dan Bali ) memandang bahwa tiap-tiap budaya tidak ditemukan adanya perbedaan dalam banyaknya privasi yang diinginkan, tetapi sangat berbeda dalam cara bagaimana mereka mendapatkan privasi (Gifford, 1987).
Pengaruh Privasi Terhadap Perilaku
Maxine Wolfe dan kawan-kawan (dalam Holahan, 1982) mecatat bahwa pengelolahan hubungan interpersonal adalah pusat dari pengalaman tentang privasi dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya, orang yang terganggu privasinya akan merasakan keadaan yang tidak mengenakkan. Sedangkan Schwartz (dalam Holahan, 1982) menemukan bahwa kemampuan untuk menarik diri ke dalam privasi (privasi tinggi) dapat membantu membuat hidup ini lebih mengenakkan saat harus berurusan dengan orang-orang yang “sulit”. Sementara hal yang senada diungkapkan oleh westin bahwa saat-saat kita mendapatkan privasi seperti yang kita inginkan, kita dapat melakukan pelepasan emosi dari akumulasi tekanan hidup sehari-hari dan kita juga dapat melakukan evaluasi diri serta membantu kita mengembangkan dan mengelola perasaan otonomi diri. Otonomi ini meliputi perasaan bebas, kesadaran memilih dan kemerdekaan dari pengaruh orang lain.
Sumber Informasi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar